Sekali Lagi… Jangan Lupakan Non-Skil!

BEPPU, KOMPAS.com – Di Ritsumeikan Asia Pacific University (APU), jumlah mahasiswa Indonesia sebanyak 217 orang menduduki posisi keempat dari 5.480 total mahasiswa internasional yang menimba ilmu di perguruan tinggi itu. Berdasarkan data Mei 2014, dengan total 202 mahasiswa tingkat sarjana (S-1) dan 14 mahasiswa pascasarjana (S-2), serta 1 mahasiswa non-gelar, jumlah mahasiswa Indonesia secara berurutan berada di bawah China (572 mahasiswa), Korea (513 mahasiswa), serta Vietnam (336 mahasiswa).

Namun demikian, menurut Dahlan Nariman, Vice Dean of Admission-Associate Professor Ritsumeikan Asia Pacific University (APU), secara kualitas anak-anak Indonesia tidak kalah dibandingkan para mahasiswa asal ketiga negara di atasnya. Selama 5 tahun terakhir, lanjut dia, kemampuan akademik dan non-akademik anak-anak Indonesia justeru dianggap lebih baik.

“Untuk akademik rata-rata GPA atau IPK anak Indonesia itu 3,00. Sementara yang dianggap paling menonjol dari anak-anak Indonesia itu khususnya dari sisi non-akademik. Para mahasiswa Indonesia dinilai paling kreatif untuk urusan non-akademik dan selalu unggul dibanding anak lain,” ujar Dahlan di kantornya di Beppu, Jepang, Kamis (19/6/2014).

Dahlan mengatakan, berdasarkan survei Carrier Office Ritsumeikan APU pada 2013 lalu spesifikasi kebutuhan sumber daya manusia yang diinginkan perusahaan-perusahaan internasional Jepang tidak hanya menitik beratkan pada kemampuan teknis (skil) dan potensi akademik. Lebih dari itu, beberapa variabel non-teknis (non-skil) sangat mereka butuhkan dari para sarjana lulusan perguruan tinggi.

“Kepemimpinan, kemampuan menemukan masalah, kemampuan mengeksekusi rencana, memberi inspirasi orang di sekitarnya, suka belajar dan memperbaiki diri, serta punya semangat kerjasama yang tinggi. Kriteria itulah yang utama,” kata Dahlan.

M Latief/KOMPAS.com Berdasarkan survei Carrier Office Ritsumeikan APU pada 2013 lalu spesifikasi kebutuhan sumber daya manusia yang diinginkan perusahaan-perusahaan internasional Jepang tidak hanya menitik beratkan pada kemampuan teknis (skil) dan potensi akademik.

Lalu, bagaimana sebuah institusi pendidikan bisa mewujudkan kebutuhan-kebutuhan itu akhirnya dimiliki oleh SDM lulusannya? Dahlan mengatakan, bahwa perguruan tinggi harus sadar bahwa aset seseorang bertitel sarjana bukan saja terletak pada potensi akademiknya, namun juga soft skills yang dibangun secara bertahap dan bertujuan jelas.

“Di APU kami merancang career development program yang langsung diterapkan pada mahasiswa sejak tingkat pertama. Di tahun pertama mereka sudah kami latih untuk mengenal future goals mereka, diajak memulai perencanaan karir dan mengakumulasikan skil dan pengalaman yang dibutuhkan untuk menuju ke situ,” ujar Dahlan.

Kesiapan bahasa Jepang atau Career Japanese juga sangat disiapkan APU pada anak-anak didiknya. Meskipun dual language, Inggris dan Jepang, para siswa secara khusus diberikan Career Japanese I, II, dan III untuk mempelajari etos kerja orang Jepang, menulis resume, teknik wawancara kerja, mengadaptasi lingkungan kerja internasional, dan sebagainya.

Di sisi lain, lanjut Dahlan, para mahasiswa juga diberi kesempatan mengikuti magang pada tahun kedua kuliah. Jika pada 2012 lalu ada 71 perusahaan internasional menjalin komitmen untuk menerima magang mahasiswa APU, pada 2013 sebanyak 67 perusahaan juga ikut mendukung program tersebut.

Sementara itu, dukungan bagi mahasiswa untuk mempraktikkan non-skil mereka juga sangat difasilitasi agar masing-masing mahasiswa aktif berorganisasi atau mengikuti kegiatan kemahasiswaan di kampus. Sejauh ini, anak-anak Indonesia paling terkenal kreatif pada kegiatan Indonesia Week atau pekan Indonesia yang dilaksanakan setiap setahun sekali di APU.

“Mereka belajar, tinggal, dan bergaul sehari-hari dengan anak-anak asing atau pelajar internasional dari beragam negara. Situasi itu kami ciptakan agar mereka siap menghadapi kultur global yang beragam,” kata Dahlan.

“Kalau di tengah kota, kultur yang kami ciptakan tentu berbeda. Nah, kampus kami ada di atas bukit yang jauh dari keramaian sehingga membuat mereka terisolir dan memaksa mereka membuka diri satu sama lain. Di sini mereka saling belajar mengelola konflik, mengatur waktu, membuat rencana dan sebagainya. Leadership muncul, kemampuan mengeksekusi terbangun, dan sebagainya terkait non-skil mereka. Sekali lagi, non-skil,” tambahnya.

Sebelumnya diberitakan, Kantor karir (career office) Ritsumeikan Asia Pacific University (APU), Beppu, Jepang, menempatkan para pelajar Indonesia sebagai pelajar paling diincar perusahaan-perusahaan multinasional Jepang. Kemampuan bahasa Jepang dan Inggris para pelajar Indonesia dinilai sangat baik, sebaik kemampuan studi di bidangnya masing-masing. Baca selengkapnya di: Hebat… Pelajar Indonesia Paling Diincar Perusahaan Jepang!.