Jika Anda beranggapan pola kerja selama delapan jam setiap hari membuat stres, maka Anda salah besar. Sebab, para ahli mengungkan, karyawan yang bekerja dengan waktu fleksibel justru lebih berpotensi mengalami tekanan dan stres berkelanjutan.
Hal tersebut dikarenakan bekerja dengan waktu fleksibel menerapkan budaya ‘always on’ atau selalu siap sedia jika dibutuhkan. Alhasil, hormon dalam tubuh terus meningkat secara konsisten dan menyebabkan stres tingkat tinggi.
Selain itu, waktu kerja yang fleksibel juga membuat keseimbangan hidup berkurang dan berpotensi menjadikan seseorang terisolasi dari lingkungan sosial.
Seorang psikolog bernama Professor Gail Kinman dari University of Bedforshire, mengatakan, “Jika tidak ada batasan dengan pekerjaan, hal paling mengkhawatirkan adalah sistem dalam tubuh Anda tak pernah turun. Anda mungkin bisa tidur, tapi tidak nyenyak karena sistem imun tubuh berkurang,”.
Kemudian, dia menambahkan, keadaan stres karena bekerja dengan waktu yang fleksibel semakin parah karena ponsel selalu dalam terkoneksi dengan email pekerjaan sepanjang hari. Tentunya, hal ini membuat seseorang terus menerus memikirkan pekerjaan sepanjang waktu.
Tanpa mempertimbangkan risiko stres, masih banyak perusahaan dan karyawan yang menerapkan waktu kerja fleksibel. Sebab, menurut banyak orang, waktu kerja fleksibel dianggap menguntungkan, terutama bagi karyawan yang telah berkeluarga. .
Source : tekno.kompas.com